Aktivitas fisik melawan dampak mental isolasi sosial
Dalam penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Nature Mental Health, sekelompok peneliti menyelidiki bagaimana aktivitas fisik berfungsi sebagai mekanisme kompensasi atas dampak buruk isolasi sosial terhadap kesehatan mental menggunakan buku harian elektronik, akselerometri, dan neuroimaging.
Latar belakang
Isolasi sosial dan kesepian sama mematikannya dengan risiko
kesehatan yang signifikan seperti obesitas, konsumsi alkohol berlebih, atau
merokok 15 batang sehari, yang secara signifikan mengganggu kesejahteraan
emosional, merusak jaringan otak yang mengatur emosi, dan meningkatkan risiko
gangguan mood. Pandemi penyakit virus corona 2019 (COVID-19) telah meningkatkan
kebutuhan akan intervensi terhadap dampak buruk pembatasan sosial terhadap
kesehatan mental. Aktivitas fisik, yang bermanfaat bagi kesejahteraan emosional
dan terkait dengan area otak yang penting untuk pengaturan emosi, memberikan
solusi yang menjanjikan. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
memahami mekanisme, menyempurnakan intervensi, dan memastikan efektivitasnya di
berbagai kelompok.
Tentang penelitian
Penelitian ini justru dirancang untuk mematuhi standar etika
penelitian medis, sejalan dengan Deklarasi Helsinki versi 2013. Dilakukan di
Fakultas Kedokteran Universitas Heidelberg Mannheim, dewan peninjau kelembagaan
menyetujui penelitian tersebut, dan semua peserta memberikan persetujuan
tertulis. Untuk mengimbangi waktu dan usaha mereka, peserta ditawari imbalan
berupa uang.
Penelitian ini melibatkan dua tahap: penelitian utama dan
penelitian replikasi. Para peserta terdiri dari kelompok beragam yang terdiri
dari 317 orang dewasa muda sehat berusia 18–28 tahun, yang direkrut antara
bulan September 2014 hingga November 2018, dan sampel replikasi yang terdiri
dari 30 orang dewasa sehat berusia 18–63 tahun, yang direkrut dari bulan
Desember 2019 hingga Juli 2022 selama pandemi COVID-19. Orang-orang ini,
dipilih untuk mewakili demografi yang luas, berpartisipasi dalam penelitian ini
dengan memakai akselerometer untuk melacak aktivitas fisik dan menggunakan buku
harian elektronik berbasis ponsel pintar untuk mencatat kontak sosial dan
keadaan emosional.
Selain data perilaku, sebagian peserta menjalani pemindaian functional
magnetic resonance imaging fMRI) dalam keadaan istirahat untuk menganalisis
fungsi otak, khususnya berfokus pada Default Mode Network (DMN), penanda saraf
yang terkait dengan isolasi sosial dan risiko depresi. Tim menentukan kecukupan
ukuran sampel akhir (n = 317) untuk mendeteksi efek yang diharapkan dengan
merujuk pada studi simulasi terbaru, yang menunjukkan persyaratan setidaknya 200
peserta untuk mendapatkan kekuatan statistik yang memadai. Analisis data
melibatkan perangkat lunak dan metodologi statistik canggih untuk
mengeksplorasi hubungan kompleks antara kontak sosial, aktivitas fisik, dan
kesejahteraan emosional. Hal ini mencakup efek dalam diri partisipan dan
prediktor kesepian antar partisipan, dengan menggunakan teknik pemodelan
bertingkat yang canggih. Data fungsi otak, khususnya konektivitas DMN, juga
dianalisis sebagai salah satu faktornya.
Hasil studi
Dalam studi tersebut, hubungan antara isolasi sosial sesaat
dan penurunan valensi afektif dimoderasi secara signifikan oleh aktivitas fisik
individu. Secara khusus, melakukan aktivitas fisik tingkat tinggi terbukti
secara substansial mengurangi dampak negatif isolasi sosial terhadap
kesejahteraan afektif. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa rata-rata 349
mili-g (1 mili-g sama dengan seperseribu G (gaya gravitasi di permukaan bumi)
aktivitas fisik selama satu jam, setara dengan berjalan dengan kecepatan
sekitar tiga mil per jam, diperlukan untuk melawan dampak buruk isolasi sosial
terhadap suasana hati dalam kehidupan sehari-hari.Efek kompensasi aktivitas
fisik terhadap suasana hati ini secara konsisten direplikasi dalam sampel kedua
yang diamati selama pandemi COVID-19, sehingga semakin memperkuat temuan awal.
Pada tingkat neurobiologis, penelitian ini mengungkapkan
bahwa individu dengan konektivitas fungsional kondisi istirahat yang lebih
tinggi dalam DMN sangat mahir dalam mengkompensasi defisit afektif sosial
sesaat melalui aktivitas fisik. Hubungan ini menggarisbawahi potensi aktivitas
fisik sebagai mekanisme kompensasi yang kuat bagi mereka yang memiliki risiko
psikologis dan neurobiologis lebih besar untuk mengalami kesepian dan depresi.
Selain itu, penelitian ini mengeksplorasi manfaat aktivitas
fisik dari sudut pandang antar individu, dan menghubungkannya dengan faktor
risiko psikologis untuk masalah kesehatan mental. Peserta dengan jaringan
sosial yang lebih kecil tetapi tingkat aktivitas fisik yang lebih tinggi menunjukkan
tingkat sifat kesepian yang lebih rendah dibandingkan dengan rekan mereka yang
kurang aktif. Selain itu, individu yang secara efektif menggunakan aktivitas
fisik sebagai mekanisme kompensasi ternyata lebih kecil kemungkinannya
mengalami perasaan kesepian selama masa awal lockdown akibat COVID-19, hal ini
menunjukkan ketahanan yang dihasilkan oleh aktivitas fisik secara rutin.
Analisis eksplorasi memperluas temuan ini pada kondisi
pandemi, menunjukkan bahwa aktivitas fisik ringan atau olahraga yang dilakukan
di rumah dapat secara efektif mengimbangi defisit afektif sosial, sehingga
menawarkan implikasi praktis untuk menjaga kesejahteraan mental di bawah
pembatasan seperti jam malam atau penutupan gym.
Kesimpulan
Ringkasnya, penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas fisik
mengurangi dampak buruk isolasi sosial terhadap suasana hati, dengan
menggunakan buku harian elektronik dan data akselerometer untuk analisis
terperinci di luar penelitian berbasis kuesioner tradisional. Berjalan kaki
dalam jumlah sedang ditemukan mengurangi defisit afektif sosial, terlebih lagi
pada mereka yang berisiko lebih tinggi mengalami gangguan afektif. Temuan ini
menunjukkan aktivitas fisik sebagai strategi utama untuk meningkatkan kesehatan
mental dan memandu intervensi pascapandemi.
Journal reference:
Benedyk, A., Reichert, M., Giurgiu, M. et al. Real-life
behavioral and neural circuit markers of physical activity as a compensatory
mechanism for social isolation. Nat. Mental Health (2024), DOI: 10.1038/s44220-024-00204-6, https://www.nature.com/articles/s44220-024-00204-6
Post Comment
No comments