Breaking News

Apa risiko COVID-19 parah pada bayi di bawah tiga bulan?

Dalam sebuah penelitian baru-baru ini yang diterbitkan di Virus, tim peneliti dari Italia menyelidiki tingkat keparahan infeksi severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) pada bayi di bawah tiga bulan dan membandingkan penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) yang dilaporkan. skor keparahan untuk populasi anak.


Latar belakang

Bukti menunjukkan bahwa gejala COVID-19 yang parah tidak lazim pada populasi anak-anak seperti pada populasi orang dewasa di seluruh dunia. Namun, beberapa penelitian telah melaporkan bahwa bayi dan anak-anak dengan penyakit penyerta berada pada risiko yang lebih tinggi untuk meningkatkan keparahan. Sebuah studi kohort populasi di Inggris menunjukkan bahwa infeksi SARS-CoV-2 pada populasi neonatal menyebabkan 42% kasus parah, dengan 33% membutuhkan bantuan pernapasan.

Studi kontras menunjukkan bahwa bayi dengan infeksi SARS-CoV-2 tidak menunjukkan gejala atau menunjukkan gejala ringan, dan kasus COVID-19 yang parah di antara populasi neonatal dikaitkan dengan kelahiran prematur dan kelainan jantung.

Studi juga berbeda dalam dasar penilaian keparahan COVID-19, dengan beberapa studi menilai keparahan gejala epidemiologis. Sebaliknya, yang lain menggunakan manifestasi klinis dalam hasil tes sebagai dasar. Namun penelitian lain menggunakan hasil klinis seperti kebutuhan ventilasi mekanis atau perkembangan disfungsi organ sebagai dasar untuk skor keparahan.


Tentang studi

Penelitian ini menggunakan data yang dikumpulkan dari jaringan 62 institusi medis anak di seluruh Italia untuk memahami hasil dan aspek epidemiologis dan klinis COVID-19 parah pada bayi di bawah 90 hari. Tes positive quantitative reverse-transcriptase polymerase chain reaction (qRT-PCR) digunakan untuk mengkonfirmasi keberadaan COVID-19. Data anonim terdiri informasi tentang riwayat vaksinasi, kondisi medis sebelumnya, laporan tes laboratorium, catatan rawat inap, prosedur diagnostik, obat yang diresepkan, dan hasil penyakit.

Tingkat keparahan dinilai berdasarkan berbagai kriteria yang digunakan dalam penelitian sebelumnya. Skala skor keparahan untuk menilai hasil COVID-19 berkisar dari satu hingga empat. Skor satu menunjukkan diagnosis pneumonia dengan saturasi oksigen normal atau sedikit rendah dan rawat inap tanpa persyaratan unit perawatan intensif, dan empat menunjukkan kematian. Kasus COVID-19 ringan yang tidak memenuhi kriteria skor satu hingga empat diberi skor nol.


Hasil

Hasilnya konsisten dengan penelitian lain dan melaporkan bahwa sebagian besar bayi yang terinfeksi di bawah usia tiga bulan memiliki gejala ringan atau tanpa gejala. Gejala umum pada neonatus dan bayi sebagian besar terdiri dari demam, pilek, dan batuk. Bayi lebih mungkin memiliki gejala gastrointestinal seperti muntah dan diare daripada orang dewasa.

Gejala berat seperti gangguan pernapasan, lesu, dan kehilangan nafsu makan tidak sering dilaporkan. Di antara kohort neonatal dalam penelitian ini, ada sembilan kasus COVID-19 awitan dini (dalam minggu pertama sejak lahir), dan 50 kasus lainnya adalah awitan lambat (selama minggu dua hingga empat sejak lahir).

Para penulis berhipotesis bahwa kasus COVID-19 onset dini pada neonatus kemungkinan besar disebabkan oleh transmisi SARS-CoV-2 bawaan atau peripartum. Pada saat yang sama, insiden onset lambat paling baik dijelaskan melalui kontak dengan cairan pernapasan ibu, anggota rumah tangga lain yang terinfeksi, atau staf layanan kesehatan. Lebih lanjut, penelitian tersebut mengidentifikasi anggota rumah tangga dengan COVID-19 pada 58,5% kasus infeksi SARS-CoV-2 neonatal onset lambat. Hasilnya juga menemukan bahwa 2,8% kasus berasal dari rumah sakit, menyoroti perlunya peningkatan pemantauan COVID-19 dan penggunaan alat pelindung diri di rumah sakit.

Berlawanan dengan penelitian sebelumnya, penelitian kohort ini menunjukkan tingkat leukositosis dan limfopenia yang sangat rendah selama hitung darah lengkap. Namun, penulis percaya bahwa ini bisa jadi karena terbatasnya jumlah kasus COVID-19 yang parah dalam penelitian mereka. Selanjutnya, penanda inflamasi seperti protein C-reaktif, feritin, dan laktat dehidrogenase tidak normal hanya pada sebagian kecil pasien. Beberapa penelitian melaporkan peningkatan creatine phosphokinase dan enzim hati, yang tidak diamati dalam penelitian ini.

Sebagian besar kasus diobati secara simtomatik dengan antipiretik dan antibiotik. Tidak ada pasien yang membutuhkan antivirus, dan hanya satu bayi yang diberi resep hydroxychloroquine. Rawat inap diperlukan sebagian besar karena usia pasien yang masih muda.

Menurut penulis, klasifikasi keparahan berbeda berdasarkan kriteria penilaian. Ini menyoroti ambiguitas dalam definisi keparahan COVID-19 saat ini, yang menunjukkan perlunya sistem penilaian keparahan apriori yang divalidasi.


Kesimpulan

Secara keseluruhan, penelitian ini menguatkan temuan dari penelitian lain dan melaporkan bahwa manifestasi COVID-19 yang parah jarang terjadi pada bayi di bawah usia tiga bulan. Di antara pasien, infeksi SARS-CoV-2 onset lambat lebih sering daripada kasus onset dini dan sebagian besar dikaitkan dengan kontak dengan anggota rumah tangga yang terinfeksi, dan dalam kasus yang jarang terjadi, dengan pekerja rumah sakit yang terinfeksi.

Berbagai kriteria klasifikasi keparahan yang digunakan dalam literatur membuat penilaian gejala COVID-19 menjadi ambigu, menunjukkan perlunya skala umum yang divalidasi untuk menilai tingkat keparahan infeksi SARS-CoV-2.


Journal reference:

Dona’ D, Montagnani C, Di Chiara C, et al. (2022). COVID-19 in Infants Less than 3 Months: Severe or Not Severe Disease? Viruses. doi: https://doi.org/10.3390/v14102256 https://www.mdpi.com/1999-4915/14/10/2256

No comments